Pages

SKANDAL KASUS CENTURY

Alasan lain lagi, Bank Century masuk kategori bank nakal. Karena dua pemegang saham mayoritasnya tidak bertanggung jawab. Keduanya, Alwarraq Hesyam Tallat M. dari Arab Saudi dan Rafat Ali Rizvi, warga negara Inggris asal Pakistan, melarikan diri alias kabur. Kepemilikan saham mayoritas ini mereka dapatkan melalui pasar modal.

Selain itu, pemilik bank ini, Robert Tantular, juga telah dituntut delapan tahun penjara karena manipulasi yang ia lakukan. Pastilah menjadi pertanyaan besar kenapa bank dengan reputasi buruk itu diselamatkan dengan menyedot dana begitu besar?

Sungguh sangat jelas, kedua pemegang saham mayoritas Bank Century tidak punya itikad baik. Dan, Bank Indonesia (BI), sebagai institusi yang punya otoritas pengawasan terhadap perbankan nasional mestinya mengatahui gelagat buruk itu. Alih-alih menindak, tapi malah merekomendasi dana penyelamatan yang jumlahnya amat fantastis.

Deputi Direktur Pengawasan BI Heru Kristyana memberi alasan aneh. Katanya, seketat apa pun pengawasan yang dilakukan, BI tidak akan bisa mengetahui secara langsung manipulasi itu. Tapi, dalam kasus Bank Century, bukankah karena ketidaktegasan BI? Bahkan, ada kesan BI menutup-nutupi manipulasi yang terjadi di bank tersebut?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Idrawati bahkan mengakui keteledoran BI. Menurut Menkeu, selama ini BI tidak pernah melaporkan adanya manipulasi di Bank Century. Manipulasi diketahui justru setelah LPS mengucurkan dana penyelamatan Rp6,76 triliun 23 November 2008.

Pernyatan Heru sungguh mencerminkan buruknya tanggung jawab BI. Bagaimana sebuah tugas yang dibebankan untuk melakukan pengawasan, begitu pengawasan buruk, lalu berkilah seketat apa pun pengawasan tidak bisa mencegah kejahatan sebuah bank.

Ada dugaan ketidaktegasan BI itu dan penyelamatan besar-besaran terhadap Bank Sentury karena seorang deposan besar yang menyimpan uangnya hingga Rp2 triliun di bank tersebut. Menurut aturan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya akan akan mengembalikan dana nasabah paling besar Rp2 miliar.

DPR pada 18 Desember 2008 juga telah menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu.

Sebab itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus benar-benar objektif dalam mengaudit bank ini. Ketua BPK Anwar Nasution berjanji audit akan selesai sebelum Lebaran Idulfitri ini. Kita mendukung kecepatan ini, tetapi juga jangan sampai hasilnya tidak cermat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus benar cepat bergerak. Karena indikasi adanya bau korupsi sangat semerbak.

Menteri Keuangan beralasan penyelamatan Bank Century bukan karena penipuan (fraud), melainkan karena kemungkinan dampak sistemik dengan jatuhnya bank tersebut. Tetapi, Wakil Presiden Jusuf Kalla terang-terangan menyebut kasus Bank Century kriminal murni, bukan karena krisis.

Sebab itu, kita benar-benar menunggu proses audit yang dilakukan BPK. Jika ada indikasi dan bukti pelanggaran, hukum harus bekerja cepat. Tindakan itu penting setidaknya karena dua hal. Pertama, apa pun alasannya, dugaan kejahatan memang harus ditindak. Kedua, sangat penting untuk Boediono (mantan Gubernur BI) sebagai wapres terpilih 2009--2014 dan Sri Mulyani selaku Menkeu. Jangan sampai Boediono menduduki puncak kekuasaan dengan membawa beban berat yang justru akan menjadi kontraproduktif dalam pemerintahan SBY-Boediono nanti.

Posted by Bella Adiguna Pramono | di 18.49

0 komentar:

Posting Komentar